top of page

Santa Marta - Kolombia dengan Bersepeda Pt. 1

Setibanya di Santa Marta, Luís dan aku naik minibus ke rumah yang kami sewa selama beberapa hari di sini. Cuaca di sini berbeda sekali dengan Bogota. Cuaca di sini mengingatkanku pada Indonesia - sangat panas dan lembab. Sepanjang jalan, aku lihat orang-orang mirip denganku - kulit kecokelatan dan rambut hitam. "Aku bisa jadi orang lokal di sini!" Aku pikir.


Setelah merakit sepeda di rumah yang kami sewa, kami memutuskan untuk mengayuh berkeliling kota.

Kami ga yakin kalo ini ide yang bagus karena kami ga ingin meninggalkan sepeda kalo kami pergi melihat sesuatu yang lain - meskipun udah pake gembok. Setelah beberapa lama berkeliling, kami lapar. Kami mencari tempat di dekat pantai yang juga nyaman untuk meninggalkan sepeda yang masih dalam jangkauan kami. Dari meja kami yang kami pilih, Luís membuat sketsa sambil kami mengisi ulang perut kami dan mendinginkan badan kami dari terik panasnya matahari.


Gambar ini adalah sketsa pertama yang Luis lakukan di Kolombia di mana dia bisa menggambar dengan nyaman. Dia merasa tidak nyaman membuat sketsa di Bogota karena kami baru sampai dan terlalu banyak hal yang terjadi di sekitar kami.


Memang ada area yang lebih menarik di Santa Marta untuk dibuat sketsa dan dieksplorasi. Lokasinya sempurna - di samping pantai, tetapi sekali lagi, dengan sepeda baru dan berkilau, kami tidak berani menguncinya dan meninggalkannya untuk berjalan-jalan.


14km ​​pertama

Hari masih pagi ketika kami meninggalkan Santa Marta. Luis mengatur rute di GPS-nya dan kami siap untuk perjalanan pertama dan mudah kami - 14 km. Udara segar menyapu wajah kami, mendorong semangat untuk memacu sepeda kami lebih cepat ke Bahia Concha. Namun, semangat itu tidak bertahan lama.


Ketika kami memasuki jalanan berbatu, kami menyadari betapa buruknya kondisi fisik kami. Kami tidak siap menghadapi semua jalan berbukit dan berlumpur ini. Ketinggian yang sedikit saja membuat kami hampir tidak bisa bernapas. Kami sekarat - dua amatiran yang sekarat.


Kami membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk mencapai gerbang masuk Taman Tayrona. Penduduk lokal yang menjaga gerbang memberi kami dua pilihan untuk masuk ke pantai: yang lebih lambat, dengan tiket masuk gratis tapi kami harus mengayuh lagi selama 30 menit, dan yang lebih cepat membayar COP 5000 per orang. Jujur, kami hanya ingin ke pantai dan melepas pampers - celana pendek bersepeda dengan pelindung gel - dan berenang. Jadi, kami membayar uangnya dan langsung ke perhentian terakhir kami untuk hari itu!


Teluk Concha

Efek 'WOW' dari teluk Concha yang indah membuat kami merasa sepadan dengan semua perjalanan dan rasa sakitnya. Dikelilingi oleh perbukitan alami dan Pulau Aguja di seberang. Bisa dibayangkan kenapa ada mitos bahwa teluk ini dulunya adalah surganya bajak laut ketika mereka menyerbu Santa Marta. Air berwarna kristal bening dan perlahan memudar menjadi pirus yang lebih gelap. Luar biasa! Kami pikir kami akan berkemah dimana saja. Tapi ternyata ada sebuah perkemahan begitu kami berjalan lebih jauh ke kanan dari pintu masuk. Setelah kami membuat tenda dan mengisi kembali tenaga kami dengan pisang, kami akhirnya berenang!


Perlahan kami mencelupkan diri ke dalam air bersih dan tawar!


Imajinasiku akan indahnya matahari terbenam sirna ketika hujan mulai turun sekitar jam 5 sore dan berlanjut hingga dini hari. Kami tidak bisa tidur sama sekali malam itu. Ada terlalu banyak hal yang belum kami ketahui. Apa yang dijanjikan untuk menjadi malam romantis memiliki segalanya tapi bukan itu. Untungnya, saat fajar tiba dan hujan reda, cuaca membaik.


Kami terbangun dengan suara kicau burung. Setelah malam badai, Bahia Concha tenang dan damai. Kami melihat banyak pelikan coklat setelah para nelayan datang dari laut. Mereka sangat dekat dengan pantai sehingga kami mengambil beberapa foto keren. Saat itu seperti National Geography siaran langsung di depan kami.


Keesokan harinya kami melanjutkan petualangan kami. Dan kali ini kami mengayuh ke tujuan kami, ke arah selatan sampai ujung dunia! JANGAN KETINGGALAN!


TIPS

  • Bawalah makanan, minuman, dan pelindung kulit

  • Pergi lebih awal dan hindari musim turis yang dimulai sekitar bulan Oktober

  • Uang tunai penting karena tidak ada ATM atau internet. Tapi jelas jangan bawa terlalu banyak

  • Biaya berkemah sekitar COP 10.000 per orang (musim sepi)

  • Biaya makanan sekitar COP 25.000 / 30.000 per piring (musim sepi)

  • Tawar harga

  • Pergi ke sisi kanan pantai untuk suasana yang tenang dan rileks

  • Jangan lupa bawa alat snorkling

 




SEDIKIT
TENTANGKU

Selamat datang di KLETIKANKU!

 

Di sini, saya bercerita petualangan, pengalaman, dan gaya hidup yang kuyakini baik untukku.

Tidak ada daftar 10 teratas di sini.

Saya juga punya video-video yang

saya dan Luís buat selama perjalanan kami - di bawah ini!

 

Saya lebih dikenal sebagai Anyisa, seorang pesepeda turing Indonesia.

Jangan lupa ikuti saya di Instagram!

ARTIKEL TERKAIT

namibia dg bersepeda.jpg

eBook

Namibia dengan Bersepeda

namibia dg bersepeda2.jpg
kotak.jpg
Flazz BCA
Mandiri E-Toll

atau

Uang elektronik bertema bike touring yang bisa digunakan untuk transaksi non tunai: Membayar tol dan parkir, belanja di minimarket, dll. Mau?

bottom of page